Skip to main content

Manusia

 
Syekh Abu Abbas Al Mursi berkata:
Manusia hidup itu tidak lepas dari empat hal:
 

1. Dalam keadaan Nikmah (nikmat)
2. Dalam keadaan Musibah
3. Dalam keadaan Ta'ah (taat)
4. Dalam keadaan Maksiah (bermaksiat)

Tugas manusia ketika mendapatkan nikmat yaitu syukur dan kalau dapat musibah yaitu sabar. Tapi seiringnya ketika manusia mendapat nikmat lupa syukur, dan ketika mendapat musibah lupa sabar tapi ingatnya berkeluh kesah. Selanjutnya yaitu taat, kalau bisa taat manusia suruh ingat yang bisa membuat manusia itu taat yaitu Allah, yang ngasih taat itu Allah dan yang membuat manusia itu kuat taatnya itu Allah SWT. jadi jangan sampai manusia itu merasa yang melakukan ketaatan itu dengan kekuatannya sendiri. (Lahallah walakuata ilahbillah). Dan yang terakhir yaitu maksiat, manusia itu secara sadar gak sadar tetap bermaksiat. Dalam keadaan sadar bermaksiat maupun tak sadar tetap bermaksiat, maksudnya yaitu sudah tau maksiat itu dilarang manusia malah tetap melakukannya. contoh kecilnya yaitu tak menutup aurat, sudah tahu tak menutup atau membuka aurat (ditempat yang tak seharusnya) itu dilarang masih saja banyak yg secara sadar atau pun tak menyadarinya tetap saja melakukannya. Hakekatnya (seharusnya) manusia itu ketika bermaksiat segerakan mengucapkan istighfar.

Comments

Popular posts from this blog

Corak Aqidah Islam Pada Masa Nabi Dan Sahabat

Aqidah Islam yang dikembangkan Nabi Muhammad terhadap para sahabat dan para pengikut terdekat beliau bercorak monolitik, yakni satu bentuk ajaran tanpa ada perdebatan dan sanggahan-sanggahan. Yaitu mempercayai ke-Tuhanan Allah Yang Maha Esa, ke-Rasulan Muhammad beserta ajaran yang dibawanya yang beliau terima lewat wahyu, para malaikat yang memiliki tugas-tugas tertentu, serta kehidupan akhir berupa surga dan neraka beserta prosedur hisabnya, dan keyakinan akan adanya qadha dan qadar.

Pengertian Akhlak

Kata akhlak merupakan salah satu pembendaharaan bahasa Indonesia yang dikutip dari bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak dari kata khulqun dan khilqun yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Digunakannya kata akhlaqun  untuk makna budi pekerti, dan seakar dengan kata khalqun  yang bermakna kejadian, karena tingkah laku, budi pekerti dan perangai itu merupakan perwujudan konsep-konsep yang terbentuk sebagai interaksi antara doktrin-doktrin ajaran yang telah dimiliki seseorang dengan lingkunagan sosial yang dihadapinya. Sementara itu, Barmawy Umary berpendapat bahwa penggunaan kata akhlaq  seakar dengan kata khaliq  (Allah pencipta) dimaksud agar terjadi hubungan baik antara manusia sebagai makhluk dengan Allah sebagai khaliq-nya, diantara manusia sebagai makhluk dengan makhluk-makhluk lainnya.

Lahirnya Aliran Ahlus Sunah wal Jama'ah

Aliran ini dilahirkan dan dikembangkan oleh Abu Hasan al-Asy'ari (260-324 H) pada tahun 300 H di Baghdad. Abu Hasan al-Asy'ari sendiri pada awalnya adalah pengikut aliran teologi Mu'tazilah, namun dia terus dilanda keraguan dengan pemikiran-pemikiran kalam Mu'tazilah, terutama karena keberanian Mu'tazilah dalam mena'wilkan ayat-ayat mutasyabihat untuk mendukung logika teologi mereka, sehingga pemaknaannya berbeda dengan lafalnya, dan juga karena keberanian mereka dalam membatasi penggunaan al-Sunnah hanya yang mutawatir saja untuk doktrin-doktrin aqidahnya.