Skip to main content

Mengamalkan Ilmu

Abul Laits Assamarqandi meriwayatkan dengan sanadnya dari Anas bin Malik r.a. berkata Rasulullah s.a.w bersabda:
Ulama' itu sebagai orang-orang yang dipercaya oleh para rasul (Nabi-nabi) untuk memimpin dan mengajari hamba-hamba Allah selama mereka tidak menjilat kepada raja (pemerintah) dan tidak rakus kepada dunia, maka apabila telah memasuki urusan dunia, maka telah mengkhianati Nabi-nabi Rasul, maka jauhilah mereka dan berhati-hatilah dari mereka.



Abul Laits Assamarqandi meriwayatkan dengan sanadnya dari Abud Dardaa' r.a. berkata: Seorang tidak dapat menjadi alim kecuali harus belajar, dan tidak menjadi alim kecuali jika ia mengamalkan ilmunya. Yakni seorang tidak dapat disebut alim jika hanya hafal ilmu, tetapi tidak diamalkan ilmunya.



Abud Dardaa' r.a. berkata: Ancaman terhadap orang yang mengetahui hanya satu kali, dan ancaman terhadap orang yang mengetahui tetapi tidak mengamalkan ilmunya tujuh kali. Juga ia berkata: Saya tidak takut jika ditanya pada hari qiyamat: Apakah yang kamu ketahui, tetapi saya takut jika ditanya: Apakah yang kamu kerjakan dalam ilmumu itu?

Nabi Isa bin Maryam a.s. berkata:
Siapa yang mengetahui lalu diamalkan dan diajarkan maka itulah orang yang disebut besar di alam malakut langit.

Umar bin Alkhatthab r.a. bertanya kepada Abdullah bin Salaam r.a.:
Siapakah orang ahli ilmu? Jawabnya: Mereka yang mengamalkan ilmunya. Lalu ditanya: apakah yang dapat menghapus ilmu dari dada orangnya? Jawabnya: Tamak (rakus). Yakni seorang yang rakus menyalahgunakan ilmunya, sehingga seolah-olah telah lenyap ilmu dari dadanya.

Nabi Isa bin Maryam a.s. berkata:
Apakah gunanya membawa lampu bagi orang yang buta, sedang yang berguna hanya lain orang. Apakah gunanya rumah yang gelap jika lampunya dibelakang rumah. Apakah gunanya kamu membicarakan ilmu hikmat padahal kamu tidak mengamalkannya. Juga ia berkata: Alangkah banyaknya pohon, tetapi tidak semua berbuah, dan alangkah banyaknya ulama' tetapi tidak semuanya dapat memimpin, alangkah banyaknya buah tetapi tiak semuanya baik, dan alangkah banyaknya ilmu tetapi tidak semuanya berguna.

Al-Auzaa'i berkata:
Siapa yang mengamalkan apa yang telah diketahui maka akan diberi taufiq untuk mencapai apa yang belum diketahui.

Sahi bin Abdullah berkata:
Manusia semua mati kecuali para ulama', dan ulama' semua mabuk kecuali yang mengamalkan ilmunya, dan yang beramal semua tertipu kecuali tulus ikhlas, dan yang ikhlas selalu khawatir.

Nabi s.a.w bersabda:
Jangan duduk mendekati orang alim, kecuali yang mengajak kamu dari lima ke lima, dari ragu ke keyakinan, dan dari sombong ke tawaadhu' (merendahkan diri), dan dari permusuhan kepada nasehat (persaudaraan) dan dari riyaa' kepada ikhlas, dan dari rakus kepada dunia, kepada zuhud (beriman/tidak rakus)

Ali bin Abi Thalib r.a. berkata:
Seorang alim jika tidak mengamalkan ilmunya, maka orang enggan belajar daripadanya, sebab seorang alim jika tidak mengamalkan ilmunya, maka ilmu itu tidak berguna baginya meskipun ia telah mengumpulkan ilmu sebanyak-banyaknya. Sebab kami mendapat berita bahwa seorang dari Bani Isra'il telah menghimpun ilmu sebanyak delapan puluh peti besar dari ilmu, tiba-tiba Allah menurunkan wahyu kepada Nabi, supaya memberitahukan kepada orang aliem itu: Andaikan kamu telah menghimpun lipat dua kali dari ilmumu itu, maka tidak berguna selama kamu tidak mngerjakan tiga macam:
1. Jangan cinta kepada dunia sebab dunia ini bukan tempat tinggal tetap bagi orang mu'minin.
2. Jangan bersahabat dengan syaithan sebab ia bukan sahabat orang mu'minin.
3. Jangan mengganggu orang mu'minin sebab yang demikian itu bukan kelakuan orang mu'minin

Sesungguhnya Malaikat itu kagum dari tiga macam orang:
1. Orang alim yang fasiq, mengajari orang apa yang tidak kerjakan.
2. Kuburan orang durhaka yang dibangun bata dan semen
3. mengukir nama pada kubur orang yang durhaka.

Orang yang sangat menyesal pada hari qiyamat ada tiga macam:
1. Seorang yang mempunyai budak yang salih, maka budaknya masuk sorga sedangkan majikannya masuk neraka.
2. Seorang yang mengumpulkan harta dan tidak mengeluarkan zakat sehingga mati, lalu diwaris oleh warisnya dan digunakan untuk taat, sehingga mereka masuk sorga karena harta itu, sedang dia masuk neraka.
3. Seorang alim yang mengajar kebaikan kepada orang-orang tetapi dia sendiri tidak mengamalkannya sehingga orang-orang pada selamat karena ajarannya sedang ia sendiri masuk neraka.

Nabi s.a.w ketika ditanya: Siapakah manusia yang sangat berbahaya? Jawabnya:
Orang alim jika telah rusak morilnya

Jika seorang alim telah rusak akhlaqnya, maka rusaklah alam sekitarnya.

Bisyir bin Alhaarits berkata kepada ahli-ahli hadits: Keluarkan zakat hadits-hadits itu! mereka bertanya: Bagaimana mengeluarkan zakatnya? Jawabnya: Amalkan dari tiap-tiap dua ratus hadits, lima hadits.

Seorang hakim berkata: Belajar ilmu dimasa kini kerakusan, dan mendengarkannya sekedar hiburan dan membicarakannya keinginan syhawat, dan mengamalkannya bagaikan mencabut nafsu (jiwa).

Nabi s.a.w bersabda:
Siapa yang belajar untuk empat macam, masuk neraka: 
1. untuk menyaingi para ulama'
2. atau mendebat orang-orang yang bodoh
3. atau mencari muka pada orang-orang
4. atau untuk mencari uang dari pemerintah, atau kehormatan, atau kedudukan (pangkat)

Sufyan Atstsauri berkata:
Ilmu itu, pertama diam, kedua mendengar (memperhatikan), ketiga mengingat, keempat mengamalkan, kelima menyiarkan.

Comments

Popular posts from this blog

Corak Aqidah Islam Pada Masa Nabi Dan Sahabat

Aqidah Islam yang dikembangkan Nabi Muhammad terhadap para sahabat dan para pengikut terdekat beliau bercorak monolitik, yakni satu bentuk ajaran tanpa ada perdebatan dan sanggahan-sanggahan. Yaitu mempercayai ke-Tuhanan Allah Yang Maha Esa, ke-Rasulan Muhammad beserta ajaran yang dibawanya yang beliau terima lewat wahyu, para malaikat yang memiliki tugas-tugas tertentu, serta kehidupan akhir berupa surga dan neraka beserta prosedur hisabnya, dan keyakinan akan adanya qadha dan qadar.

Sumber-sumber Ajaran Akhlak

Secara umum, norma akhlak itu terbagi dua, yaitu akhlak yang berasal dari ajaran keagamaan dan norma akhlak yang berasal dari pemikiran sekuler. Akhlak berasal dari ajaran agama bersumber pada nash al-Qur'an dan al-Sunnah, sedang norma akhlak sekuler bersumber dari dua sumber yaitu instink dan pengalaman. Sebagai sumber norma akhlak, al-Qur'an mengungkapkan berbagai norma perilaku baik dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan orang tua dan keluarga, maupun dengan lingkungan masyarakat. Baik atau buruknya suatu perbuatan dapat dilihat dari segi kesesuaiannya dengan norma-norma yang di ungkapkan oleh al-Qur'an tersebut. Sesuai dengan itu, dalam surat al-Maidah ayat ke 15 dan 16 Allah menyatakan yang artinya: "Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan kebenaran. Dengan kitab itulah Allah menunjukan orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan. Dan dengan kitab itu pula Allah mengeluarkan orang-orang itu dari

Hubungan Aqidah dengan Akhlak

Aqidah erat hubungannya dengannya dengan akhlak, karena aqidah merupakan landasan dan dasar pijakan untuk semua perbuatan, sedang akhlak adalah segenap perbuatan baik dari seseorang mukallaf, baik dalam hubungan dengan Allah sebagai Tuhannya, dengan sesama manusia maupun dengan alam lingkungan hidupnnya. Berbagai amal perbuatan tersebut, akan memiliki nilai ibadah kalau bertolak dari keyakinan aqidah, dan akan senantiasa terkontrol dari berbagai penyimpangan kalau diimbangi dengan suatu keyakinan aqidah yang cukup kuat. Oleh sebab itu, keduanya tidak dapat dipisahkan sama halnya antara jiwa dan raga, keduanya dapat dipisahkan dalam ulasan, tapi tidak dalam kenyataan.