Skip to main content

Posts

Showing posts from 2016

Ajarkan Anakku Untuk lebih Mengenal Engkau dan Kekasih Engkau Ya Yang Maha Pengasih Dan Penyayang

  بِسْÙ…ِ اللّÙ‡ِ الرَّØ­ْÙ…َÙ†ِ الرَّØ­ِÙŠْÙ…ِ السَّلاَÙ…ُ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ ÙˆَرَØ­ْÙ…َØ©ُ اللهِ ÙˆَبَرَÙƒَاتُÙ‡ُ     "Ya Allah buka kan kepada kami hikmat Mu dan berikan kepada kami rahmat Mu Ya Allah yang Maha pengasih lagi Maha penyayang" untuk kali ini saya ingin mencoba membagikan kegundahanku terhadap generasi umat Nabi Allah Muhammad SAW, yang saat ini semakin jauh dan makin terbuai pada kenikmatan dunia.

Pengertian Wakaf

Wakaf menurut bahasa berarti "menahan", sedangkan menurut istilah, wakaf yaitu menahan suatu benda atau harta yang dapat diambil manfaatnya untuk digunakan bagi kepentingan masyarakat menuju keridhaan Allah SWT. Berwakaf artinya memberikan suatu benda atau harta yang kekal zatnya kepada suatu badan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Seperti mewakafkan tanah, kebun, sawah, bangunan dan lain sebagainya.

Kewajiban Terhadap Sesama Umat Manusia

Dalam masyarakat, seorang tidak hanya bergaul denga anggota keluarga atau sesama muslim saja. Apabila di Indonesia yang secara konstitusional mengakui keberadaan agama Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu dan Budha di samping Islam, bahkan untuk kalangan Tionghoa mereka menganut agama Kong Hu Chu, yang sistem kepercayaan serta praktek-praktek peribadatannya berbeda satu sama lain. Melalui Rasul Muhammad Saw. Allah telah mengajarkan bagaiman sikap seorang muslim terhadap para penganut agama tersebut, prinsip-prinsipnya dikemukakan dalam surah al-Kafirun ayat 2-6 yang artinya: “Aku (orang muslim) tidak akan menyembah apa yang kamu (orang kafir) sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan (Allah) yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah pula menjadi peyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku”.

Kewajiban Setiap Muslim Terhadap Kedua Orang Tua

Setiap muslim diwajibkan untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya, bahkan Allah meletakkan kewajiban berbuat baik kepada kedua orang tua, setelah kewajiban berbuat baik kepada-Nya. Seperti terlihat dalam firman Allah surah an-Nisa ayat ke 36 yang artinya: “ SembahlahAllah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua”. Pernyataan senada juga ditemukan dalam surah al-Isra ayat ke 23 yang artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain kepada Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua orang tuamu denga sebaik-baiknya”. Alasan mendasar yang melatarbelakangi kewajiban tersebut dikemukakan pula oleh Allah dalam surah Luqman ayat ke 14 yang artinya: “Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya, (karena) ibunya telah mengandung dalam keadaan payah yang terus bertambah, dan baru dia menyapinya setelah kedua tahun, Untuk itu, bersyukurlah kepada-

Kewajiban Terhadap Allah

Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah mempunyai kewajiban untuk menyembah-Nya, sebagaimana dinyatakan dalam surah al-Zariyat ayat ke 56 yang artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku”. Manusia yang tidak mau melaksanakan kewajibannya sebagai seorang makhluk terhadap khaliknya sesungguhnya adalah menentang fitrahnya sendiri. Sebab pada dasarnya manusia mempunyai kecenderungan untuk mengabdi dan menyembah kepada zat yang dianggapnya mempunyai suatu kekuatan atas yang dipertaruhkannya itu adalah berdasarkan adanya suatu harapan agar dia memperoleh keselamatan, terhindar dari berbagai malapetaka dan murka-Nya, baik di dunia kini maupun di akhirat kelak.

Fungsi Rasul dalam Pembinaan Akhlak

Sehubungan dengan besarnya fungsi akhlak mulia dan pelaksanaannya dalam setiap tata kehidupan sosial yang harus dimulai dari masing-masing individunya, maka Allah mengutus salah seorang yang tebaik dari umat manusia untuk menjadi utusan-Nya, dengan peran dan fungsi membina dan membimbing mereka agar berakhlak mulia sesuai dengan tuntunan ajaran-Nya. Sejalan dengan itu pula, Muhammad sebagai Rasul Allah menyatakan bahwa fungsinya adalah membina dan menyempurnakan akhlak umat manusia, sehingga menjadi umat yang selamat dan memperoleh kesehjateraan dalam kehidupan akhirat kelak. Penegasan beliau tersebut dinyatakan dalam salah satu haditsnya yang berbunyi yang artinya: "Dari Abu Hurairah ra. Dia berkata, bahwa Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya aku diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan akhlak mulia".  (H.R, Ahmad/Ahmad bin Hambal:II/381)

Sumber-sumber Ajaran Akhlak

Secara umum, norma akhlak itu terbagi dua, yaitu akhlak yang berasal dari ajaran keagamaan dan norma akhlak yang berasal dari pemikiran sekuler. Akhlak berasal dari ajaran agama bersumber pada nash al-Qur'an dan al-Sunnah, sedang norma akhlak sekuler bersumber dari dua sumber yaitu instink dan pengalaman. Sebagai sumber norma akhlak, al-Qur'an mengungkapkan berbagai norma perilaku baik dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan orang tua dan keluarga, maupun dengan lingkungan masyarakat. Baik atau buruknya suatu perbuatan dapat dilihat dari segi kesesuaiannya dengan norma-norma yang di ungkapkan oleh al-Qur'an tersebut. Sesuai dengan itu, dalam surat al-Maidah ayat ke 15 dan 16 Allah menyatakan yang artinya: "Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan kebenaran. Dengan kitab itulah Allah menunjukan orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan. Dan dengan kitab itu pula Allah mengeluarkan orang-orang itu dari

Pengertian Akhlak

Kata akhlak merupakan salah satu pembendaharaan bahasa Indonesia yang dikutip dari bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak dari kata khulqun dan khilqun yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Digunakannya kata akhlaqun  untuk makna budi pekerti, dan seakar dengan kata khalqun  yang bermakna kejadian, karena tingkah laku, budi pekerti dan perangai itu merupakan perwujudan konsep-konsep yang terbentuk sebagai interaksi antara doktrin-doktrin ajaran yang telah dimiliki seseorang dengan lingkunagan sosial yang dihadapinya. Sementara itu, Barmawy Umary berpendapat bahwa penggunaan kata akhlaq  seakar dengan kata khaliq  (Allah pencipta) dimaksud agar terjadi hubungan baik antara manusia sebagai makhluk dengan Allah sebagai khaliq-nya, diantara manusia sebagai makhluk dengan makhluk-makhluk lainnya.

Lahirnya Aliran Ahlus Sunah wal Jama'ah

Aliran ini dilahirkan dan dikembangkan oleh Abu Hasan al-Asy'ari (260-324 H) pada tahun 300 H di Baghdad. Abu Hasan al-Asy'ari sendiri pada awalnya adalah pengikut aliran teologi Mu'tazilah, namun dia terus dilanda keraguan dengan pemikiran-pemikiran kalam Mu'tazilah, terutama karena keberanian Mu'tazilah dalam mena'wilkan ayat-ayat mutasyabihat untuk mendukung logika teologi mereka, sehingga pemaknaannya berbeda dengan lafalnya, dan juga karena keberanian mereka dalam membatasi penggunaan al-Sunnah hanya yang mutawatir saja untuk doktrin-doktrin aqidahnya.

Lahirnya Aliran Mu'tazilah

Lahirnya aliran teologi Mu'tazilah tidak terlepas dari perkembangan pemikiran-pemikiran ilmu kalam yang sudah muncul sebelumnya. Aliran ini lahir berawal dari tanggapan Washil bin Atha' salah seorang murid Hasan Bashri di Bashrah, atas pemikiran yang dilontarkan Khawarij tentang pelaku dosa besar. Ketika Hasan Bashri bertanya tentang tanggapan Washil terhadap pemikiran Khawarij tersebut, dia menjawab bahwa para pelaku dosa besar bukan mukmin dan juga bukan kafir (orang fasik). Kemudian Washil memisahkan diri dari jamaah Hasan Bashri, dan gurunya itu secara spontan berkata "i'tazala 'anna" (washil memisahkan diri dari kita semua). Karena itulah kemudian pemikiran yang dikembangkan Washil menjadi sebuah aliran yang oleh anggota Hasan Bashri dinamai dengan "Mu'tazilah".

Lahirnya Aliran Jabariyah

Kalau Qadariyah lahir seiring dengan lontaran-lontaran kritik terhadap kekejaman daulah banu Umayah, maka Jabariyah sebaliknya, aliran ini lahir bermula dari ketidak berdayaan dalam menghadapi kekejaman Mu'awiyah bin Abu Sufyan, dan mengembalikan semuanya atas kehendak dan kekuasaan Tuhan. Kemudian isu keagamaan ini dipegang oleh Mu'awiyah sendiri untuk membenarkan perlakuan-perlakuan politiknya itu. Oleh sebab itu masa kelahirannya sebenarnya berbarengan dengan kelahiran Qadariyah. Namun pada masa munculnya, yang dipelopori oleh Ja'ad bin Dirham, pemikiran kalam ini belum berkembang. Dan menjadi satu aliran yang punya pengaruh serta tersebar di masyarakat setelah dikembangkan oleh Jahm bin Shafwan (W. 131 H). Oleh sebab itu, aliran ini sering juga disebut aliran Jahmiyah.

Lahirnya Aliran Qadariyah

Sebagaimana Khawarij dan Murji'ah, aliran teologi Qadariyah juga lahir dengan dilatar belakangi oleh kegiatan politik, yakni pada masa pemerintahan Mu'awiyah bin Abu Sufyan, dari Daulah Banu Umayah. Sepeninggal Ali bin Abi Thalib, tahun 40 H. Mu'awiyah menjadi penguasa daulah Islamiyah. Dan untuk memperkokoh kekuasaannya itu, dia menggunakan berbagai cara, khususnya dalam menumpas semua oposisi, bahkan mendiang Ali bin Abi Thalib dicaci maki dalam setiap kesempatan berpidato termasuk saat berkhotbah Jum'at.

Lahirnya Aliran Murji'ah

Sejak terjadinya ketegangan politik diakhir pemerintahan Utsman bin Affan, ada sejumlah sahabat Nabi yang tidak mau ikut campur dalam perselisihan politik. Ketika selanjutnya terjadi salah menyalahkan antara pihak pendukung Ali dengan pihak penuntut bela kematian Utsman bin Affan, maka mereka bersikap "irja" yakni menunda keputusan tentang siapa yang bersalah. Menurut mereka, biar Allah saja nanti di akhirat yang memutuskan siapa yang bersalah diantara mereka yang tengah berselisih ini.

Lahirnya Aliran Khawarij

Khawarij ini merupakan suatu aliran dalam kalam yang bermula dari sebuah kekuatan politik. dikatakan Khawarij (orang-orang yang keluar) karena mereka keluar dari barisan pasukan Ali saat mereka pulang dari perang Siffin, yang dimenangkan oleh Mu'awiyah melalui tipu daya perdamaian. Gerakan exodus itu, mereka lakukan karena tidak puas dengan sikap Ali menghentikan peperangan, padahal mereka hampir memperoleh kemenangan. Sikap Ali menghentikan peperangan tersebut, menurut mereka, merupakan suatu kesalahan besar, karena Mu'awiyah adalah pembangkang, sama halnya dengan Thalhah dan Zubair. Oleh sebab itu tidak perlu ada perundingan lagi dengan mereka, dan Ali semestinya meneruskan peperangan sampai para pembangkang itu hancur dan tunduk.

Corak Aqidah Islam Pada Masa Nabi Dan Sahabat

Aqidah Islam yang dikembangkan Nabi Muhammad terhadap para sahabat dan para pengikut terdekat beliau bercorak monolitik, yakni satu bentuk ajaran tanpa ada perdebatan dan sanggahan-sanggahan. Yaitu mempercayai ke-Tuhanan Allah Yang Maha Esa, ke-Rasulan Muhammad beserta ajaran yang dibawanya yang beliau terima lewat wahyu, para malaikat yang memiliki tugas-tugas tertentu, serta kehidupan akhir berupa surga dan neraka beserta prosedur hisabnya, dan keyakinan akan adanya qadha dan qadar.

Hubungan Aqidah dengan Akhlak

Aqidah erat hubungannya dengannya dengan akhlak, karena aqidah merupakan landasan dan dasar pijakan untuk semua perbuatan, sedang akhlak adalah segenap perbuatan baik dari seseorang mukallaf, baik dalam hubungan dengan Allah sebagai Tuhannya, dengan sesama manusia maupun dengan alam lingkungan hidupnnya. Berbagai amal perbuatan tersebut, akan memiliki nilai ibadah kalau bertolak dari keyakinan aqidah, dan akan senantiasa terkontrol dari berbagai penyimpangan kalau diimbangi dengan suatu keyakinan aqidah yang cukup kuat. Oleh sebab itu, keduanya tidak dapat dipisahkan sama halnya antara jiwa dan raga, keduanya dapat dipisahkan dalam ulasan, tapi tidak dalam kenyataan.

Keistimewaan Aqidah Islam

Keistimewaan aqidah Islam dengan aqidah lainnya terletak pada dua aspek, yaitu: 1. Terpelihara keasliannya 2. Ajarannya mudah di terima oleh fitrah dan mudah dipahami oleh akal manusia. Fitrah manusia mudah menerima Islam, karena naluri manusia pembawaan kelahiranya, sudah merupakan sejenis mahluk yang senantiasa mempunyai ketergantungan dengan Yang Gaib. Islam memberikan jawaban terhadap kebutuhan naluri tersebut, yang kemudian memberi arahan pada tata kehidupan yang menjamin kebahagiaan serta kesejahteraan dunia dan akhirat.

Sumber-sumber Ajaran Aqidah Islam

Sumber ajaran aqidah Islam itu ada dua yaitu al-Qur'an dan al-Sunnah. Dan sebahagian ulama ada yang menambahkan ijma' sebagai sumber ajaran ketiga. Al-Qur'an Al-Qur'an merupakan kalam Allah yang diturunkan dalam bahasa Arab, kepada nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya, melalui ruh al-Amin (malaikat Jibril), agar menjadi hujjah bagi ke Rasullannya serta pedoman hidup bagi umat manusia, dan membacanya bernilai ibadah sebagai sumber ajaran aqidah, al-Qur'an mengungkapkan berbagai informasi tentang kehidupan ghaib yang tidak mungkin diketahui oleh manusia tanpa informasi-informasi dari-Nya.

Pengertian Aqidah Islam

Kata aqidah yang kini sudah menjadi bagian dari kosa kata bahasa Indonesia, berasal dari bahasa Arab, yang bermakna "yang dipercayai oleh hati", dan seakar dengan kata  " al-aqdu " yang bermakna penyatuan dari semua ujung benda. Digunakan kata aqidah untuk mengungkapkan makna kepercayaan tersebut adalah, karena kepercayaan merupakan pangkal dan sekaligus merupakan tujuan dari segala perbuatan mukallaf.

Aspek Islam

Islam turun dengan membawa dua aspek ajaran, yaitu Aqidah dan Syariah. Aspek Aqidah merupakan ajaran yang mengatur sistem kepercayaan, yakni mengungkapkan berbagai kehidupan gaib yang harus dipercayai setiap mukmin, dan tidak bisa dianalisis secara nalar karena kehidupan tersebut tidak dapat dijangkau oleh panca indra manusia. Oleh sebab itu, setiap muslim dituntut hanya untuk mempercayainya serta mempercayai pembawanya (rasulullah) dan kumpulan informasinya (kitab suci al-Qur'an)