Skip to main content

Fungsi Rasul dalam Pembinaan Akhlak

Sehubungan dengan besarnya fungsi akhlak mulia dan pelaksanaannya dalam setiap tata kehidupan sosial yang harus dimulai dari masing-masing individunya, maka Allah mengutus salah seorang yang tebaik dari umat manusia untuk menjadi utusan-Nya, dengan peran dan fungsi membina dan membimbing mereka agar berakhlak mulia sesuai dengan tuntunan ajaran-Nya. Sejalan dengan itu pula, Muhammad sebagai Rasul Allah menyatakan bahwa fungsinya adalah membina dan menyempurnakan akhlak umat manusia, sehingga menjadi umat yang selamat dan memperoleh kesehjateraan dalam kehidupan akhirat kelak. Penegasan beliau tersebut dinyatakan dalam salah satu haditsnya yang berbunyi yang artinya:

"Dari Abu Hurairah ra. Dia berkata, bahwa Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya aku diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan akhlak mulia". (H.R, Ahmad/Ahmad bin Hambal:II/381)

Hal terpenting yang beliau lakukan dalam rangka pelaksanaan tugas, fungsi dan misinya membina akhlak umat, adalah mempersonifikasi semua doktrin yang diajarkannya pada pengikut beliau. Semua jenis akhlak baik seperti kejujuran, kesabaran, amanah, keberanian dalam menegakkan kebenaran, keteguhan dan kekuatan jiwa, serta menghindari berbagai perbuatan jahat, seperti sikap iri, dengki, khianah, dan berdusta, secara konsisten dia laksanakan dalam setiap gerak dan aktivitas hidupnya. Atas prestasi baiknya ini, Allah menggelarinya dengan "khuluqun adzim", yakni bahwa Rasulullah mempunyai akhlak yang luhur dan agung. Pernyataan Allah ini diungkapkan dalam surah al-Qalam ayat ke 4 yang berbunyi yang artinya:

"Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) mempunyai budi pekerti yang amat tinggi".

Dan sejalan dengan itu pula Allah menetapkan beliau sebagai acuan pribadi muslim yang sempurna, yang dapat dijadikan contoh bagi umatnya dalam proses pembinaan akhlak dan kepribadiannya sebagai seorang muslim. penegasan ini dikemukakan Allah dalam surah al-Ahzab ayat ke 21 yang artinya:

"Sesungguhnya pada diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik bagimu".

Inilah yang sangat penting dari latar belakang sukses beliau dalam melakukan pembinaan akhlak terhadap para pengikutnya. Di samping memberikan pelajaran lewat dialog dan diskusi serta nasihat-nasihat kebajikan, yang senantiasa beliau lakukan dalam forum-forum terbatas, seperti di rumah al-Arqam saat di Makkah setta di masjid Nabawi semasa di Madinah.

Semua Doktrin akhlak terhadap Allah, terhadap diri sendiri, terhadap kedua orang tua, dan terhadap sesama anggota masyarakat, merupakan bahan-bahan ajaran yang beliau sampaikan kepada para pengikutnya, dan terus diwariskan kepada para pengikutnya yang hidup di belakangan hari sampai zaman kita saat ini.

Comments

Popular posts from this blog

Corak Aqidah Islam Pada Masa Nabi Dan Sahabat

Aqidah Islam yang dikembangkan Nabi Muhammad terhadap para sahabat dan para pengikut terdekat beliau bercorak monolitik, yakni satu bentuk ajaran tanpa ada perdebatan dan sanggahan-sanggahan. Yaitu mempercayai ke-Tuhanan Allah Yang Maha Esa, ke-Rasulan Muhammad beserta ajaran yang dibawanya yang beliau terima lewat wahyu, para malaikat yang memiliki tugas-tugas tertentu, serta kehidupan akhir berupa surga dan neraka beserta prosedur hisabnya, dan keyakinan akan adanya qadha dan qadar.

Sumber-sumber Ajaran Akhlak

Secara umum, norma akhlak itu terbagi dua, yaitu akhlak yang berasal dari ajaran keagamaan dan norma akhlak yang berasal dari pemikiran sekuler. Akhlak berasal dari ajaran agama bersumber pada nash al-Qur'an dan al-Sunnah, sedang norma akhlak sekuler bersumber dari dua sumber yaitu instink dan pengalaman. Sebagai sumber norma akhlak, al-Qur'an mengungkapkan berbagai norma perilaku baik dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan orang tua dan keluarga, maupun dengan lingkungan masyarakat. Baik atau buruknya suatu perbuatan dapat dilihat dari segi kesesuaiannya dengan norma-norma yang di ungkapkan oleh al-Qur'an tersebut. Sesuai dengan itu, dalam surat al-Maidah ayat ke 15 dan 16 Allah menyatakan yang artinya: "Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan kebenaran. Dengan kitab itulah Allah menunjukan orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan. Dan dengan kitab itu pula Allah mengeluarkan orang-orang itu dari

Hubungan Aqidah dengan Akhlak

Aqidah erat hubungannya dengannya dengan akhlak, karena aqidah merupakan landasan dan dasar pijakan untuk semua perbuatan, sedang akhlak adalah segenap perbuatan baik dari seseorang mukallaf, baik dalam hubungan dengan Allah sebagai Tuhannya, dengan sesama manusia maupun dengan alam lingkungan hidupnnya. Berbagai amal perbuatan tersebut, akan memiliki nilai ibadah kalau bertolak dari keyakinan aqidah, dan akan senantiasa terkontrol dari berbagai penyimpangan kalau diimbangi dengan suatu keyakinan aqidah yang cukup kuat. Oleh sebab itu, keduanya tidak dapat dipisahkan sama halnya antara jiwa dan raga, keduanya dapat dipisahkan dalam ulasan, tapi tidak dalam kenyataan.