Skip to main content

Pengertian Aqidah Islam

Kata aqidah yang kini sudah menjadi bagian dari kosa kata bahasa Indonesia, berasal dari bahasa Arab, yang bermakna "yang dipercayai oleh hati", dan seakar dengan kata  "al-aqdu" yang bermakna penyatuan dari semua ujung benda. Digunakan kata aqidah untuk mengungkapkan makna kepercayaan tersebut adalah, karena kepercayaan merupakan pangkal dan sekaligus merupakan tujuan dari segala perbuatan mukallaf.Sejalan dengan itu, Mahmud Syaltout mendefinisikan bahwa Islam adalah suatu sistem kepercayaan dalam Islam, yakni sesuatu yang harus diyakini sebelum apa-apa, dan sebelum melakukan apa-apa, tanpa ada keraguan sedikitpun dan tanpa ada unsur yang dapat mengganggu kebersihan keyakinan itu.

Yang disebut dengan sesuatu yang harus diyakini sebelum apa-apa adalah, bahwa keyakinan akan keberadaan Allah dengan segala fungsinya untuk kehidupan manusia, serta kebenaran aturan-aturan yang dibuat-Nya, dan yakin akan adanya para malaikat beserta unsur-unsur lain yang terkumpul dalam rukun iman, harus sudah tertanam saat pertama seseorang berikrar menyatakan ke-Islamannya, atau sudah mulai ditanamkan sejak dini, yakni sejak dapat mengenal sesuatu dan dapat membedakan sesuatu dari sesuatu, bagi orang yang menjadi muslim karena kelahirannya.
Sedang yang dimaksud dengan sesuatu yang harus diyakini sebelum melakukan apa-apa, adalah bahwa keyakinan tersebut merupakan dasar pijakan serta tujuan dari segala perbuatannya, serta menjadi landasan motivasi dan kekuatan kontrol terhadap semua gerak langkah dalam melakukan perbuatan tersebut.
Disamping itu sesuai dengan prosed dan konsep kejadian manusia, yang secara umum terbagi tiga, yaitu pra-dunia, dunia, dan pasca dunia, maka ada bagian-bagian yang tidak dapat dijangkau oleh panca indra serta imajinasi manusia. Informasi-informasi tentang proses dan kemungkinan keadaan kehidupan diluar dunia tersebut, hanya mungkin diterima dengan sikap percaya, dan keyakinan hati bahwa semua informasi tersebut adalah benar.

Comments

Popular posts from this blog

Corak Aqidah Islam Pada Masa Nabi Dan Sahabat

Aqidah Islam yang dikembangkan Nabi Muhammad terhadap para sahabat dan para pengikut terdekat beliau bercorak monolitik, yakni satu bentuk ajaran tanpa ada perdebatan dan sanggahan-sanggahan. Yaitu mempercayai ke-Tuhanan Allah Yang Maha Esa, ke-Rasulan Muhammad beserta ajaran yang dibawanya yang beliau terima lewat wahyu, para malaikat yang memiliki tugas-tugas tertentu, serta kehidupan akhir berupa surga dan neraka beserta prosedur hisabnya, dan keyakinan akan adanya qadha dan qadar.

Sumber-sumber Ajaran Akhlak

Secara umum, norma akhlak itu terbagi dua, yaitu akhlak yang berasal dari ajaran keagamaan dan norma akhlak yang berasal dari pemikiran sekuler. Akhlak berasal dari ajaran agama bersumber pada nash al-Qur'an dan al-Sunnah, sedang norma akhlak sekuler bersumber dari dua sumber yaitu instink dan pengalaman. Sebagai sumber norma akhlak, al-Qur'an mengungkapkan berbagai norma perilaku baik dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan orang tua dan keluarga, maupun dengan lingkungan masyarakat. Baik atau buruknya suatu perbuatan dapat dilihat dari segi kesesuaiannya dengan norma-norma yang di ungkapkan oleh al-Qur'an tersebut. Sesuai dengan itu, dalam surat al-Maidah ayat ke 15 dan 16 Allah menyatakan yang artinya: "Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan kebenaran. Dengan kitab itulah Allah menunjukan orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan. Dan dengan kitab itu pula Allah mengeluarkan orang-orang itu dari

Hubungan Aqidah dengan Akhlak

Aqidah erat hubungannya dengannya dengan akhlak, karena aqidah merupakan landasan dan dasar pijakan untuk semua perbuatan, sedang akhlak adalah segenap perbuatan baik dari seseorang mukallaf, baik dalam hubungan dengan Allah sebagai Tuhannya, dengan sesama manusia maupun dengan alam lingkungan hidupnnya. Berbagai amal perbuatan tersebut, akan memiliki nilai ibadah kalau bertolak dari keyakinan aqidah, dan akan senantiasa terkontrol dari berbagai penyimpangan kalau diimbangi dengan suatu keyakinan aqidah yang cukup kuat. Oleh sebab itu, keduanya tidak dapat dipisahkan sama halnya antara jiwa dan raga, keduanya dapat dipisahkan dalam ulasan, tapi tidak dalam kenyataan.