Skip to main content

Kewajiban Setiap Muslim Terhadap Kedua Orang Tua

Setiap muslim diwajibkan untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya, bahkan Allah meletakkan kewajiban berbuat baik kepada kedua orang tua, setelah kewajiban berbuat baik kepada-Nya. Seperti terlihat dalam firman Allah surah an-Nisa ayat ke 36 yang artinya:

SembahlahAllah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua”.

Pernyataan senada juga ditemukan dalam surah al-Isra ayat ke 23 yang artinya:

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain kepada Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua orang tuamu denga sebaik-baiknya”.

Alasan mendasar yang melatarbelakangi kewajiban tersebut dikemukakan pula oleh Allah dalam surah Luqman ayat ke 14 yang artinya:

“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya, (karena) ibunya telah mengandung dalam keadaan payah yang terus bertambah, dan baru dia menyapinya setelah kedua tahun, Untuk itu, bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu”.


Kemudian yang juga penting dipertimbangkan bahwa pembinaan anak oleh orang tuanya itu tidak berhenti hanya sampai usia dua tahun, tapi pembinaan dan pendidikan sampai dewasa, sampai bisa hidup mandiri yang sudah pasti menyita banyak perhatian, biaya, tenaga dan yang lainnya. Untuk itu sudah sepantasnya kalau Allah memerintahkan agar setiap mukmin menyadari ini, dan diikuti juga dengan sikap berbuat baik kepada keduanya.

Dengan demikian, begitu pentingnya posisi orang tua dihadapan anak-anaknya sehingga mereka harus berbuat baik kepada keduanya, setelah berbuat baik kepada Allah. Hal tersebut harus dilakukan anak karena:

-         Orang tua merupakan penyebab langsung adanya anak. Dan kelahirannya ke dunia melalui proses panjang yang cukup melelahkan, khususnya bagi ibu yang mengandung selama sembilan bulan, kemudian menyusuinya selama dua tahun.

-         Kemudian kedua orang tua juga membesarkan, mendidik dan membina anak-anaknya sehingga menjadi dewasa. Proses pendidikan dan pembinaan tersebut memerlukan tenaga, perhatian, serta biaya yang cukup tinggi. Oleh sebab itu, wajarlah kalau mereka sudah dewasa untuk senantiasa berbuat baik kepada kedua orang tuanya itu.

Cara-cara berbuat baik yang diajarkan Allah dalam al-Qur’an antara lain adalah sebagai berikut:

-          1. Jangan berkata kasar yang dapat menyakiti hati kedua orang tua, karena mereka akan sangat      tersinggung
-       2. Kepada kedua orang tua harus berkata yang baik, sopan dan penuh santun.
-          3. Bertanggung jawab atas kehidupan dan kesehjateraan di hari tuanya. Seiring dengan itu permintaan-permintaan kedua orang tua sejauh dapat dipenuhi harus dituruti
-         4.  Kendati harus mentaati kehendak dan permintaannya, tapi kalau keduanya meminta untuk sesuatu yang bersifat kemaksiatan atau membawa kemusyrikan jangan diikuti.
-          5. Senantiasa mendoakan kedua orang tuanyanya agar senantiasa berada dalam kasih sayang Tuhan.

Rangkaian pemikiran ini bersumber dari ajaran yang dikemukakan dalam al-Qur’an, yaitu antara lain dalam surah al-Isra ayat 23-24 yang artinya:

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orang tuamu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-keduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah mengatakan kepada kedua-duanya perkataan “ah”, dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap kedua orang tua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah “Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka keduanya sebagaimana mereka mendidik kami waktu kecil”.

Akan tetapi, kendati kedua orang tua, kalau mereka memerintahkan sesuatu yang akan membawa pada kemusyrikan, janganlah perintah itu ditaati dengan tetap menjaga hubungan baik, dan tetap berbuat baik. Hal ini ditegaskan dalam surah Luqman ayat ke 15 yang artinya:

“ Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersukutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, namun bergaullah dengan keduanya di dunia ini dengan baik”

Perbuatan-perbuatan tersebut merupakan rangkaian perbuatan yang harus dilakukan anak terhadap kedua orang tuanya selama keduanya masih hidup. Kemudian jika keduanya sudah meninggal, Rasulullah mengajarkan agar anaknya itu tetap terus berbuat baik untuk keduanya dengan melakukan berbagai perbuatan sebagai berikut:
-        - Menyembahyangkan saat keduanya meninggal dunia
-         - Memohon ampunan dosanya, baik saat keduanya baru meninggal atau waktu-waktu sesudahnya
-          Melaksanakan wasiat dan janji-janjinya
-        - Menghubungkan kekeluargaan yang mereka bina
-          Menghormati teman-teman dekatnya.

Comments

Popular posts from this blog

Corak Aqidah Islam Pada Masa Nabi Dan Sahabat

Aqidah Islam yang dikembangkan Nabi Muhammad terhadap para sahabat dan para pengikut terdekat beliau bercorak monolitik, yakni satu bentuk ajaran tanpa ada perdebatan dan sanggahan-sanggahan. Yaitu mempercayai ke-Tuhanan Allah Yang Maha Esa, ke-Rasulan Muhammad beserta ajaran yang dibawanya yang beliau terima lewat wahyu, para malaikat yang memiliki tugas-tugas tertentu, serta kehidupan akhir berupa surga dan neraka beserta prosedur hisabnya, dan keyakinan akan adanya qadha dan qadar.

Pengertian Akhlak

Kata akhlak merupakan salah satu pembendaharaan bahasa Indonesia yang dikutip dari bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak dari kata khulqun dan khilqun yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Digunakannya kata akhlaqun  untuk makna budi pekerti, dan seakar dengan kata khalqun  yang bermakna kejadian, karena tingkah laku, budi pekerti dan perangai itu merupakan perwujudan konsep-konsep yang terbentuk sebagai interaksi antara doktrin-doktrin ajaran yang telah dimiliki seseorang dengan lingkunagan sosial yang dihadapinya. Sementara itu, Barmawy Umary berpendapat bahwa penggunaan kata akhlaq  seakar dengan kata khaliq  (Allah pencipta) dimaksud agar terjadi hubungan baik antara manusia sebagai makhluk dengan Allah sebagai khaliq-nya, diantara manusia sebagai makhluk dengan makhluk-makhluk lainnya.

Lahirnya Aliran Ahlus Sunah wal Jama'ah

Aliran ini dilahirkan dan dikembangkan oleh Abu Hasan al-Asy'ari (260-324 H) pada tahun 300 H di Baghdad. Abu Hasan al-Asy'ari sendiri pada awalnya adalah pengikut aliran teologi Mu'tazilah, namun dia terus dilanda keraguan dengan pemikiran-pemikiran kalam Mu'tazilah, terutama karena keberanian Mu'tazilah dalam mena'wilkan ayat-ayat mutasyabihat untuk mendukung logika teologi mereka, sehingga pemaknaannya berbeda dengan lafalnya, dan juga karena keberanian mereka dalam membatasi penggunaan al-Sunnah hanya yang mutawatir saja untuk doktrin-doktrin aqidahnya.