Skip to main content

Sumber-sumber Ajaran Aqidah Islam

Sumber ajaran aqidah Islam itu ada dua yaitu al-Qur'an dan al-Sunnah. Dan sebahagian ulama ada yang menambahkan ijma' sebagai sumber ajaran ketiga.

Al-Qur'an
Al-Qur'an merupakan kalam Allah yang diturunkan dalam bahasa Arab, kepada nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya, melalui ruh al-Amin (malaikat Jibril), agar menjadi hujjah bagi ke Rasullannya serta pedoman hidup bagi umat manusia, dan membacanya bernilai ibadah

sebagai sumber ajaran aqidah, al-Qur'an mengungkapkan berbagai informasi tentang kehidupan ghaib yang tidak mungkin diketahui oleh manusia tanpa informasi-informasi dari-Nya.kitab suci ini mengungkapkan tentang wujud Allah serta hubunganNya dengan manusia sebagai ciptaanNya, serta alam raya sebagai karunia-Nya untuk kehidupan mereka. Kemudian al-Qur'an juga mengungkapkan tentang para malaikat dan berbagai fungsinya, kehidupan akhirat berupa surga dan neraka dan proses hisab sebagai langkah perhitungan amal untuk menentukan posisi kehidupan akhirat umat manusia, apakah menjadi penghuni surga atau neraka

Gambaran-gambaran surga sebagai tempat yang penuh dengan kenikmatan dan kebahagiaan abadi, dan neraka sebagai tempat kesengsaraan berupa siksaan yang tiada henti, semuanya diinformasikan oleh kitab suci ini, dan siapapun manusia tidak akan dapat mengetahuinya tanpa informasi dari Allah dalam kirab suci al-Qur'an ini, dengan pesan agar mereka meyakininya secara baik, sehingga menjadi landasan serta sumber motivasi dalam melakukan setiap perbuatan.

Pesan-pesan aqidah ini mengambil tempat yang sangat besar dalam al-Qur'an, bahkan kisah-kisah kehidupan para Nabi serta tokoh-tokoh besar yang muncul sebelum generasi Muhammad Saw, senantiasa diakhiri dengan pesan-pesan aqidah ini, karena penanaman aqidah merupakan sesuatu yang berat dan harus dilakukan secara serius, terus menerus serta konsisten dalam seruannya itu, dan dilakukan dengan berbagai macam pendekatan. Dengan pendekatan-pendekatan inilah, Rasulullah mampu membina keimanan para sahabatnya sehingga mereka sangan kuat dan menjadi kader penerus dakwah Islam yang sangat militan.

Al-Sunnah

Al-Sunnah merupakan segala sesuatu yang bersumber dari Rasulullah, baik merupakan perkataan, perbuatan maupun ketetapannya. Dikatakan al-Sunnah yang berarti jalan hidup, karena semua perkataan, perbuatan dan ketetapannya itu merupakan suatu kebenaran mutlak yang harus dijadikan pedoman hidup oleh umat Islam penerus beliau.

Fungsi-fungsi al-Sunnah terhadap al-Qur'an adalah pertama sebagai penjelasan terhadap pernyataan-pernyataan ayat al-Qur'an yang berbentuk mujmal dan kedua sebagai penegas terhadap pernyataan-pernyataan al-Qur'an yang perlu memperoleh penegasan, khususnya untuk ayat yang mengemukakan norma-norma ajaran yang sangat penting sekali dalam ke-Islaman seseorang, seperti ayat-ayat yang mengemukakan berbagai perintah yang kemudian direkonstruksi oleh Rasulullah, sehingga menjadi Rukun Islam dan Rukun Iman, dan fungsi ketiga adalah menetapkan sesuatu yang belum ditetapkan oleh Allah dalam al-Qur'an.

Al-sunnah sebagai sumber ajaran kedua setelah al-Qur'an dengan funsi-fungsi di atas mempunyai dasar nash al-Qur'an sebagai mana diungkapkan Allah dalam surah al-Hasyr ayat ke 7 yang artinya:
 
"Ambillah apa-apa yang disampaikan Rasulullah kepadamu, dan tinggalkanlah apa-apa yang dilarangnya."

Kendati demikian, tidak semua hadist nabi dapat dijadikan pegangan dalam pengambilan norma-norma aqidah, karena sesuai analisis para ulama hadists, sunnah-sunnah tersebut terbagi dalam tiga kategori yaitu, mutawatir, masyhur dan ahad. Sunnah-sunnah mutawatir yakni diriwayatkan sejumlah orang pada setiap thabaqatnya, yang mustahil mereka untuk membuat kesepakatan berdusta. Karena jumlah perawinya itulah maka hadits ini merupakan yang terkuat sebagai sumber ajaran. Sedang sunnah masyhur yang diriwayatkan hanya oleh beberapa orang di bawah jumlah mutawatir, hanya bisa digunakan bila mencapai kualitas shahih dan hasan. Sedang yang dhaif harus di tinggalkan. Demikian pula dengan hadits ahad yang diriwayatkan oleh satu atau dua orang saja pada setiap thabaqatnya itu, harus dianalisis secara seksama kualitas perawinya, proses penyampaian haditsnya, serta muatan isi haditsnya, sehingga diketahui kedudukannya shahih, hasan dan dhaif. Kalau shahih dan hasan bisa digunakan sebagai rujukan, dan jika dhaif harus ditinggalkan.

Ijma' Ulama

Ijma' adalah kesepakatan para ulama pada suatu masa tertentu setelah Rasulullah wafat, tentang suatu masalah tertentu.















Comments

Popular posts from this blog

Corak Aqidah Islam Pada Masa Nabi Dan Sahabat

Aqidah Islam yang dikembangkan Nabi Muhammad terhadap para sahabat dan para pengikut terdekat beliau bercorak monolitik, yakni satu bentuk ajaran tanpa ada perdebatan dan sanggahan-sanggahan. Yaitu mempercayai ke-Tuhanan Allah Yang Maha Esa, ke-Rasulan Muhammad beserta ajaran yang dibawanya yang beliau terima lewat wahyu, para malaikat yang memiliki tugas-tugas tertentu, serta kehidupan akhir berupa surga dan neraka beserta prosedur hisabnya, dan keyakinan akan adanya qadha dan qadar.

Pengertian Akhlak

Kata akhlak merupakan salah satu pembendaharaan bahasa Indonesia yang dikutip dari bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak dari kata khulqun dan khilqun yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Digunakannya kata akhlaqun  untuk makna budi pekerti, dan seakar dengan kata khalqun  yang bermakna kejadian, karena tingkah laku, budi pekerti dan perangai itu merupakan perwujudan konsep-konsep yang terbentuk sebagai interaksi antara doktrin-doktrin ajaran yang telah dimiliki seseorang dengan lingkunagan sosial yang dihadapinya. Sementara itu, Barmawy Umary berpendapat bahwa penggunaan kata akhlaq  seakar dengan kata khaliq  (Allah pencipta) dimaksud agar terjadi hubungan baik antara manusia sebagai makhluk dengan Allah sebagai khaliq-nya, diantara manusia sebagai makhluk dengan makhluk-makhluk lainnya.

Lahirnya Aliran Ahlus Sunah wal Jama'ah

Aliran ini dilahirkan dan dikembangkan oleh Abu Hasan al-Asy'ari (260-324 H) pada tahun 300 H di Baghdad. Abu Hasan al-Asy'ari sendiri pada awalnya adalah pengikut aliran teologi Mu'tazilah, namun dia terus dilanda keraguan dengan pemikiran-pemikiran kalam Mu'tazilah, terutama karena keberanian Mu'tazilah dalam mena'wilkan ayat-ayat mutasyabihat untuk mendukung logika teologi mereka, sehingga pemaknaannya berbeda dengan lafalnya, dan juga karena keberanian mereka dalam membatasi penggunaan al-Sunnah hanya yang mutawatir saja untuk doktrin-doktrin aqidahnya.